MANCANEGARA

Bombardir Israel Memaksa Warga Gaza City Mengungsi ke Selatan, Kondisi Kemanusiaan Semakin Berat

13
×

Bombardir Israel Memaksa Warga Gaza City Mengungsi ke Selatan, Kondisi Kemanusiaan Semakin Berat

Sebarkan artikel ini
Warga Palestina memeriksa kerusakan beberapa rumah di kamp pengungsi Shati, sebelah barat Kota Gaza, setelah serangan udara Israel. Foto: Rizek Abdeljawad/Xinhua.

Gaza City, Siaran Publik — Intensifikasi serangan udara Israel membuat ribuan warga Gaza City terus meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke selatan, meninggalkan kampung halaman tanpa kepastian tempat tinggal, makanan, atau kebutuhan dasar lainnya. Beberapa keluarga memilih bertahan meski menghadapi risiko serangan yang terus berlangsung.

Mohammed Abu Rizq (45), yang kehilangan rumahnya di lingkungan Shuja’iyya beberapa bulan lalu, kini tinggal bersama keluarga di sebuah tenda di lokasi yang dikelola UNRWA. “Meninggalkan Gaza City, tempat kami dilahirkan, seperti jiwa meninggalkan raga,” kata Abu Rizq, menggambarkan dilema yang dihadapi banyak keluarga: tetap tinggal di kota yang terus dibombardir atau berangkat ke wilayah yang belum tentu lebih aman. (Kutipan dan keterangan saksi lapangan disampaikan kepada Xinhua dan media lain).

Militer Israel melalui juru bicaranya Avichay Adraee menyatakan lebih dari 250.000 penduduk telah meninggalkan Gaza City dalam beberapa minggu terakhir, menyerukan evakuasi ke selatan yang disebut “zona kemanusiaan.” Pernyataan militer tersebut muncul di tengah upaya ofensif yang semakin intens di pusat kota. Namun banyak pengungsi melaporkan bahwa proses pindah memakan biaya besar dan meninggalkan mereka dalam kondisi rentan.

Salah satu pengungsi, Mohammed Omar (38), menghabiskan waktu 10 jam mencapai Al-Masha’la di Deir al-Balah dan harus menyewa sebidang tanah tandus untuk mendirikan tenda dengan biaya sekitar 250 USD per bulan, ditambah biaya perjalanan sekitar 500 USD. “Tidak ada kebutuhan dasar kehidupan di sini, tidak ada air, tidak ada listrik, tidak ada makanan,” ujarnya. (Keterangan dari warga yang diwawancarai.)

UNRWA dan organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa tempat penampungan yang kewalahan menyebabkan kekurangan air bersih, makanan, dan sanitasi, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit menular. Ribuan orang dilaporkan berjalan kaki ke selatan karena tidak ada transportasi dan bahan bakar, sementara fasilitas perlindungan penuh sesak. Otoritas Pertahanan Sipil Gaza juga memperingatkan banyak warga yang tidak dapat mengungsi karena luka, penyakit, atau usia lanjut — mereka tetap terjebak dalam zona berbahaya.

Serangan lanjutan pada hari-hari terakhir menghancurkan puluhan bangunan; salah satu yang disorot adalah runtuhnya sebuah menara komersial dan media setinggi 16 lantai di Gaza City barat, menara yang menjadi rumah bagi sejumlah kantor dan lembaga media. Penghancuran gedung-gedung tinggi ini menambah kekhawatiran akan hilangnya infrastruktur sipil dan akses informasi.

Otoritas kesehatan Gaza (yang dikelola Hamas) melaporkan sedikitnya 34 orang tewas dalam 24 jam terakhir, kebanyakan di Gaza City. angka itu menambah total korban tewas akibat serangan sejak Oktober 2023 menjadi 64.905, menurut perhitungan otoritas tersebut. Data korban jiwa terus menjadi bahan perhatian lembaga kemanusiaan internasional.

Meski menghadapi bahaya, masih ada keluarga yang memilih tetap bertahan. Suhaila Ishtiwi (55) mengatakan kepada wartawan bahwa bagi keluarganya, mengungsi berarti “perjalanan menuju kematian” karena tidak ada tempat penampungan yang memadai dan mereka tidak mampu membayar biaya pengungsian. Ia dan keluarga tetap tinggal dan berupaya bertahan dengan sumber daya sangat terbatas.

Organisasi kemanusiaan dan pengamat internasional terus menyerukan akses bantuan yang aman dan jalur evakuasi yang terlindungi untuk warga sipil. Para pakar memperingatkan bahwa pemindahan paksa populasi besar dari Gaza City tanpa jaminan perlindungan dan layanan dasar berpotensi memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah. Laporan media internasional juga menunjukkan kecaman luas terhadap dampak operasi militer terhadap warga sipil. (Xinhua, Al Jazeera, The Guardian, Arab News/SP)