SIARAN PUBLIK– Dalam menghadapi masalah atau situasi stres, bukan reaksi emosional yang tak terkendali yang terbukti paling membantu, melainkan kombinasi kesadaran emosional, strategi coping yang fokus pada solusi, dan dukungan sosial. Berbagai studi terkini menunjukkan bahwa cara-cara ini secara signifikan bisa mengurangi stres, kecemasan, dan depresi, sambil meningkatkan kepuasan hidup dan efektivitas dalam menyelesaikan masalah.
Temuan dari Penelitian
1. Kejernihan Emosional (“Emotional Clarity”) & Problem-Focused Coping
Sebuah studi pada lansia (usia 60-69) menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kejelasan emosional lebih tinggi yaitu mampu mengenali, memahami, dan menerima emosi diri sendiri cenderung menggunakan strategi coping yang fokus pada masalah (problem-focused coping).
Strategi tersebut menjadi mediator antara kejelasan emosional dengan peningkatan kepuasan hidup dan pengurangan gejala depresi. Artinya, mengenali emosi dengan jelas membuka jalan agar seseorang bisa lebih efektif mencari solusi terhadap stres yang dialami.
2. Problem-Focused Coping Mengurangi Stres Akademik dan Belajar
Dalam penelitian di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, panduan Problem-Focused Coping Skill terbukti menurunkan stres akademik pada mahasiswa.
Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Bali: kecerdasan emosional + coping fokus masalah menjelaskan hampir 47,2% variasi tingkat stres mereka. Semakin baik kemampuan mengelola emosi dan fokus pada penyelesaian masalah, semakin rendah stresnya.
Penelitian di SMPN 1 North Galesong: penggunaan teknik Problem Focused Coping efektif dalam menurunkan stres belajar pada pelajaran matematika.
3. Worry (Kekhawatiran) vs Berpikir Objektif
Sebuah studi eksperimental menemukan bahwa kekhawatiran yang berlebihan terhadap sebuah masalah justru memperburuk proses pemecahan masalah: mengurangi kepercayaan diri pada solusi, mengurangi efektivitas solusi yang dibuat, dan menurunkan keinginan untuk melaksanakan solusi itu. Sebaliknya, berpikir objektif (objective thinking) atau teknik relaksasi seperti pernapasan dalam (diaphragmatic breathing) menghasilkan solusi yang lebih baik dan mengurangi kecemasan.
4. Appraisal Diri terhadap Kemampuan Problem-Solving dan Kesehatan Mental
Sebuah studi tentang PTSD, depresi, dan kepuasan hidup selama pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa orang yang menilai diri mereka cukup efektif dalam memecahkan masalah (problem-solving appraisal) melaporkan tingkat PTSD dan depresi yang lebih rendah serta kepuasan hidup yang lebih tinggi, terutama ketika menghadapi ketakutan terkait COVID-19.
Mengapa “Tenang & Fokus ke Solusi” Bekerja
Dari studi-studi tersebut dapat dipahami beberapa mekanisme kenapa pendekatan yang tenang dan fokus ke solusi lebih efektif:
Mengurangi gangguan emosional: Kekhawatiran dan reaksi emosional yang intens dapat mengaburkan pikiran, mengganggu konsentrasi, dan menghasilkan solusi yang buruk. Dengan mengelola mood/emosi terlebih dahulu, kapasitas berpikir rasional lebih optimal.
Meningkatkan kontrol diri & kepercayaan diri: Ketika seseorang merasa mampu mengenali emosi dan memiliki strategi yang jelas, rasa mampu (self-efficacy) meningkat, sehingga lebih yakin untuk mengambil tindakan.
Fokus pada langkah konkret: Coping yang fokus masalah mendorong individu untuk mengidentifikasi penyebab, memilih opsi tindakan, membuat rencana, dan melaksanakan solusi, bukan terjebak dalam perasaan bersalah, takut, atau frustasi.
Peran dukungan sosial dan optimisme: Studi-tentu juga menunjukkan bahwa optimisme dan dukungan teman/keluarga memperkuat penggunaan coping fokus masalah.
Rekomendasi Praktis
Berdasarkan penelitian, ini beberapa langkah yang nyata bisa dicoba agar bisa tenang dan fokus ke solusi:
1. Kenali dan beri nama emosi yang dirasakan
Misalnya, apakah itu rasa takut, kecewa, marah, frustasi? Dengan mengakui emosi itu secara spesifik, kamu bisa menghindari reaksi impulsif.
2. Gunakan teknik pernapasan atau relaksasi sejenak
Misalnya pernapasan dalam (“tarik napas dalam, hembuskan perlahan”), meditasi singkat, atau jeda 5 menit sebelum berpikir langkah selanjutnya. Ini membantu menurunkan kecemasan dan mengembalikan pikiran ke keadaan lebih stabil. (Studi tentang kekhawatiran vs berpikir objektif menunjukkan teknik pengendalian emosi membantu.)
3. Terapkan Problem-Focused Coping
Identifikasi masalah secara jelas: apa yang harus dipecahkan
Buat daftar opsi solusi yang mungkin.
Pilih satu atau dua opsi yang realistis dan evaluasi pro dan kontra.
Buat rencana aksi, langkah demi langkah dan mulai pelaksanaannya.
Pantau hasil dan jika perlu, ubah taktik.
4. Kelola pikiran mengkhawatir (“worry”)
Bila kamu menemukan dirimu terlalu banyak berpikir negatif atau mengkhawatir tanpa tindakan, cobalah cara berpikir lebih objektif: fokus pada fakta, bukan asumsi, pertimbangkan aspek yang dapat dikendalikan, bukan yang di luar kendali. Teknik seperti menulis pro dan kontra atau berbicara dengan orang lain bisa membantu.
5. Perkuat dukungan sosial dan optimisme
Berbicara dengan teman atau keluarga, mencari perspektif dari luar, atau mengingat pengalaman masa lalu di mana kamu berhasil mengatasi kesulitan bisa membangun keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri. Optimisme terkait erat dengan penggunaan strategi yang lebih adaptif.
6. Latihan problem solving secara rutin
Seperti sesi pelatihan pemecahan masalah (problem-solving training) dalam penelitian, yang menunjukkan bahwa setelah beberapa minggu latihan, respon coping aktif dan penyesuaian psikologis meningkat.