MANCANEGARA

Tanpa Sinyal, Tanpa Suara Peringatan: Gaza Terkunci di Tengah Gempuran dan Kelaparan

145
×

Tanpa Sinyal, Tanpa Suara Peringatan: Gaza Terkunci di Tengah Gempuran dan Kelaparan

Sebarkan artikel ini
Warga Palestina terlihat di wilayah Sudaniya, Gaza Utara, pada 12 Juni 2025. (Foto oleh Rizek Abdeljawad/Xinhua)

jGAZA – Pemutusan akses internet yang terjadi sejak Kamis (12/6) semakin membatasi kemampuan warga Gaza untuk menerima peringatan militer dari Israel sekaligus menyulitkan upaya penyelamatan dan distribusi bantuan kemanusiaan. Hal ini diungkapkan oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dalam pernyataan resminya pada Jumat (13/6).

Menurut OCHA, koneksi data di wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza terputus sepenuhnya akibat rusaknya kabel serat optik terakhir yang tersisa. “Pemulihan koneksi sangat mendesak,” ujar lembaga tersebut. Militer Israel sebelumnya mengunggah peta digital yang menunjukkan garis merah sebagai zona berbahaya di Gaza, namun warga tak lagi bisa mengakses informasi tersebut karena putusnya jaringan internet.v:

Asap membubung setelah serangan Israel di Jalur Gaza, terlihat dari perbatasan selatan Israel dengan Jalur Gaza, pada 12 Juni 2025. (Foto: Gil Cohen Magen/Xinhua)

Upaya perbaikan jalur telekomunikasi yang rusak pun terhambat oleh penolakan otoritas Israel. Sejak April 2025, lebih dari 20 permohonan perbaikan yang diajukan mitra kemanusiaan ditolak, sehingga memperparah isolasi warga yang sangat membutuhkan informasi terkait bantuan dan evakuasi.

“Seiring berlanjutnya gangguan, para mitra tidak dapat berkomunikasi atau berkoordinasi dalam kegiatan tanggap darurat, dan orang-orang yang membutuhkan tetap terisolasi,” kata OCHA kepada Xinhua.

Situasi semakin memburuk dengan berlanjutnya blokade bahan bakar selama lebih dari 100 hari. Ketersediaan bahan bakar dinilai krusial untuk mendukung operasional layanan esensial, termasuk rumah sakit, air bersih, dan sistem sanitasi, serta untuk menghidupkan generator yang menjadi tumpuan peralatan komunikasi.

OCHA juga melaporkan bahwa sebagian besar upaya kemanusiaan untuk mengirim bantuan ke Gaza terhambat. Dari 18 misi PBB pada Kamis lalu, hanya enam yang berhasil. Delapan misi ditolak, sementara empat lainnya dibatalkan karena alasan keamanan atau logistik.

Kondisi di lapangan juga semakin berbahaya bagi para pekerja kemanusiaan. Tom Fletcher, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, mengutuk kekerasan terhadap warga sipil dan relawan bantuan. Ia menegaskan bahwa membunuh warga yang kelaparan atau menyerang petugas kemanusiaan adalah pelanggaran serius.

“Kelaparan tidak boleh diatasi dengan peluru. Pekerja kemanusiaan harus diizinkan untuk melakukan pekerjaan mereka,” tegas Fletcher.

Ia juga melaporkan bahwa konvoi bantuan PBB sempat dicegat oleh kelompok bersenjata Palestina, sementara di sisi lain, warga sipil yang antre bantuan dari lembaga-lembaga kemanusiaan menghadapi ancaman tembakan dari pasukan Israel, tertabrak truk, atau bahkan ditikam saat mencoba mendapatkan makanan.

Ironisnya, Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga distribusi bantuan yang didukung AS dan diizinkan oleh Israel, juga tak luput dari kekerasan. Sejumlah relawan mereka menjadi korban tewas, luka-luka, bahkan penahanan oleh Hamas.

Dengan akses yang semakin terbatas terhadap makanan, air, komunikasi, dan layanan kesehatan, Gaza kini menghadapi risiko kelaparan massal dan kekacauan yang semakin tak terkendali. Fletcher menegaskan bahwa akses kemanusiaan dalam skala besar harus segera dibuka untuk mencegah kehilangan lebih banyak nyawa.