HUKUM & KRIMINAL

Nadiem Makarim Dicekal ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Chromebook

61
×

Nadiem Makarim Dicekal ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Chromebook

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Siaran Publik — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengajukan permintaan pencekalan terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.

Pencegahan berlaku selama enam bulan sejak 19 Juni 2025. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan antara tahun 2019 hingga 2022.

Pencegahan ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar. “Iya, dicegah ke luar negeri. Sejak 19 Juni 2025 untuk enam bulan ke depan,” ujar Harli sebagaimana dikutip dari Kompas.

Ia menambahkan bahwa langkah ini dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan. Sebelumnya, Nadiem telah menjalani pemeriksaan maraton selama hampir 12 jam di Kejagung pada 23 Juni lalu. Seusai pemeriksaan, ia menyampaikan bahwa dirinya hadir sebagai warga negara yang menghormati proses hukum.

“Saya hadir hari ini di Kejaksaan Agung sebagai warga negara yang percaya bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan adalah pilar penting bagi demokrasi dan pemerintahan yang bersih,” ucap Nadiem.

Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menyatakan bahwa kliennya belum menerima pemberitahuan resmi mengenai status pencegahan tersebut. “Klien belum tahu apa pun… Belum dikomunikasikan,” ujarnya dalam wawancara dengan InsertLive dan Detik. Ia menambahkan bahwa pihaknya akan tetap kooperatif dan menunggu arahan resmi dari aparat penegak hukum.

Kasus ini berkaitan dengan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk sekolah dengan total anggaran hampir Rp 9,9 triliun, yang berasal dari dana satuan pendidikan sebesar Rp 3,58 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 6,39 triliun.

Kejaksaan menduga adanya indikasi pemufakatan jahat dalam pelaksanaan proyek ini, termasuk pemaksaan penggunaan sistem operasi Chrome OS, padahal hasil uji coba awal menunjukkan bahwa sistem operasi Windows lebih sesuai dengan infrastruktur sekolah di daerah-daerah.

Direktorat Jenderal Imigrasi memastikan bahwa Nadiem masih berada di dalam negeri dan tidak memiliki aktivitas ke luar negeri sejak tanggal pencegahan diberlakukan. Ia juga tidak dapat membuat paspor atau dokumen perjalanan apa pun selama masa pencegahan masih aktif, sesuai sistem informasi keimigrasian.

Selain Nadiem, Kejagung juga mencegah tiga mantan staf khusus Kemendikbudristek: Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arif, yang disebut ikut terlibat dalam pengambilan keputusan proyek. Ketiganya disebut belum memenuhi pemanggilan pemeriksaan oleh penyidik, sehingga pencegahan diperlukan agar mereka tidak berada di luar jangkauan hukum.

Meski saat ini Nadiem berstatus sebagai saksi, Kejaksaan tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan lebih lanjut, termasuk pemanggilan ulang dan perubahan status hukum jika ditemukan bukti baru yang menguatkan dugaan keterlibatannya dalam kasus ini.