NASIONAL

Krisis Kemanusiaan Kian Memburuk, Para Pemimpin Eropa Desak Israel Hentikan Serangan di Gaza

102
×

Krisis Kemanusiaan Kian Memburuk, Para Pemimpin Eropa Desak Israel Hentikan Serangan di Gaza

Sebarkan artikel ini
Duka warga Palestina di lokasi serangan udara Israel di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara, pada 17 Mei 2025. (Foto Abdul Rahman Salama/Xinhua)

Gaza, siaranpublik.com – Asap masih membumbung dari puing-puing bangunan yang runtuh, sementara di balik debu dan reruntuhan itu, suara tangis seorang ibu terdengar lirih, memeluk erat tubuh anaknya yang tak lagi bernyawa. Di tengah kehancuran itu, harapan akan bantuan dan perdamaian menjadi satu-satunya hal yang masih tersisa bagi jutaan warga Gaza.

Sudah lebih dari tujuh bulan sejak perang meletus. Jumlah korban jiwa mencapai lebih dari 53.000 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Sementara 120.000 lainnya terluka, dengan banyak yang kini hidup tanpa anggota keluarga, rumah, bahkan air bersih.

Melihat penderitaan yang terus berlangsung, sejumlah pemimpin Eropa akhirnya bersuara. Seruan mereka bukan hanya soal politik, tapi tentang rasa kemanusiaan yang tak bisa lagi ditahan.

“Apa yang sedang terjadi di Gaza adalah tragedi kemanusiaan,” kata Antonio Costa, Presiden Dewan Eropa, dalam pernyataan emosional di media sosial sebagaimana dilansir dari kantor berita Xinhua.

Ia mengaku terkejut dan terguncang, dan menuntut pemerintah Israel segera membuka blokade agar bantuan bisa masuk dan kekerasan dihentikan.

Suara serupa datang dari berbagai sudut Eropa. Dalam pernyataan bersama, tujuh negara—Norwegia, Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Slovenia, dan Spanyol—menyatakan keprihatinan mendalam atas penderitaan warga Gaza. “Kami tidak akan tinggal diam melihat bencana kemanusiaan ini,” tulis mereka.

Data dari PBB menunjukkan bahwa 160.000 palet bantuan—yang berisi makanan, obat-obatan, dan air bersih—sudah siap didistribusikan. Namun, jalan menuju Gaza tetap tertutup. Di sisi lain, kelaparan dan penyakit mulai merajalela di kamp-kamp pengungsian yang penuh sesak.

Pedro Sanchez, Perdana Menteri Spanyol, berbicara lantang di hadapan pemimpin dunia dalam KTT Liga Arab ke-34. Ia menyebut yang terjadi di Gaza sebagai “pembantaian” dan meminta tekanan internasional untuk menghentikan serangan. “Kita tidak bisa menunggu lebih lama. Anak-anak di Gaza butuh kita sekarang,” ujarnya.

Bagi Fatima, seorang ibu lima anak yang kini tinggal di tenda pengungsian dekat Khan Younis, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup. “Kami hanya makan sekali sehari, dan anak saya yang bungsu belum pernah melihat susu sejak dua bulan lalu,” katanya sambil menahan air mata.

Di tengah penderitaan itu, muncul seberkas harapan: solidaritas dunia. Seruan gencatan senjata, pembukaan jalur bantuan, dan pengakuan atas hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri mulai menggema dari ruang diplomasi Eropa hingga ke jalanan Madrid dan Dublin, tempat demonstrasi damai digelar hampir setiap pekan.

“Ini bukan hanya tentang politik atau strategi militer,” kata Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani. “Ini tentang manusia. Tentang anak-anak yang berhak tumbuh tanpa mendengar ledakan setiap malam.”

Kini, dunia menanti apakah suara-suara itu akan cukup kuat untuk mengubah arah. Di Gaza, satu-satunya yang diminta warga hanyalah hal paling mendasar: air, makanan, keselamatan, dan di atas segalanya kedamaian.(Xinhua/Sp)