RAGAM

Bhabinkamtibmas Jadi Recycle BIN 

258
×

Bhabinkamtibmas Jadi Recycle BIN 

Sebarkan artikel ini

Oleh: Aiptu Lapa
Ps.Kanit Binmas Polsek Lasusua

Di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur, baik di kota besar maupun daerah yang sedang berkembang, masih terselip berbagai persoalan sosial yang memprihatinkan. Permasalahan tersebut umumnya dipicu oleh kondisi ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketidakmerataan pendapatan. Pembangunan fisik dan pembangunan sosial masyarakat kerap berjalan tidak berimbang. Hal ini dapat disebabkan oleh kebijakan yang lebih berfokus pada pertumbuhan ekonomi di wilayah strategis, keterbatasan anggaran, lemahnya koordinasi antar lembaga, serta faktor politik elektoral.

Selain faktor ekonomi, faktor budaya juga turut memengaruhi munculnya permasalahan sosial. Perbedaan nilai dan norma yang saling berbenturan, seperti kenakalan remaja, perceraian, keluarga broken home, hingga pengaruh westernisasi, perlahan menciptakan kesenjangan sosial. Sekat-sekat sosial pun terbentuk, baik antarindividu maupun kelompok masyarakat. Akibatnya, berbagai persoalan muncul, tidak hanya konflik antarpribadi, tetapi juga konflik komunal yang berpotensi berujung pada pelanggaran hukum atau tindakan kriminal.

Dalam menghadapi permasalahan sosial tersebut, masyarakat dan pemerintah di berbagai tingkatan tentu mengharapkan solusi terbaik agar konflik tidak berkembang lebih luas. Upaya penyelesaian dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan persuasif, preventif (pencegahan), represif melalui penegakan hukum, hingga pengembangan ekonomi lokal dan pendidikan, termasuk pendidikan moral. Semua langkah ini idealnya melalui tahapan identifikasi masalah, analisis penyebab, perumusan solusi, implementasi, dan evaluasi dengan tujuan akhir terciptanya ketertiban serta kesejahteraan sosial.

Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis penyebab, dan menemukan solusi efektif dikenal dengan istilah problem solving. Kemampuan ini merupakan soft skill penting yang melibatkan berpikir kritis, kreativitas, dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, dibutuhkan individu maupun institusi yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menangani persoalan sosial tersebut.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan pada Pasal 13 bahwa tugas Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Artinya, peran Polri tidak semata-mata bersifat represif, tetapi juga mencakup pencegahan dan penangkalan terhadap potensi masalah sosial.

Peran tersebut diwujudkan melalui pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, salah satunya dengan menempatkan personel Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di setiap desa dan kelurahan. Bhabinkamtibmas menjadi ujung tombak Polri dalam melakukan pengawasan, pengamanan, serta pembinaan masyarakat. Mereka juga mendukung pembangunan melalui kegiatan preemtif dan preventif, karena keamanan merupakan prasyarat utama bagi berlangsungnya aktivitas sosial dan ekonomi.

Kehadiran Bhabinkamtibmas di tengah masyarakat, khususnya di desa dan kelurahan, membawa warna baru dalam kehidupan sosial. Ketika terjadi konflik antarwarga, perselisihan individu, bahkan masalah rumah tangga, Bhabinkamtibmas sering kali menjadi tempat pertama masyarakat mencari solusi. Permasalahan yang sebenarnya bersifat personal pun kerap melibatkan Bhabinkamtibmas sebagai penengah.

Dalam kasus yang melibatkan banyak pihak, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Babinsa, aparat desa, dan tokoh masyarakat. Bhabinkamtibmas tidak hanya memikirkan langkah penyelesaian, tetapi terlibat langsung dalam proses dialog guna mencari solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak. Pendekatan kekeluargaan ini memungkinkan konflik diselesaikan tanpa harus menempuh jalur hukum.

Problem solving yang dilakukan Bhabinkamtibmas terbukti memberikan dampak positif, seperti penyelesaian konflik secara damai, terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif, serta penguatan nilai kebersamaan dalam masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial.

Meski memiliki kewenangan sebagai aparat penegak hukum, Bhabinkamtibmas lebih menitikberatkan perannya pada langkah preemtif dan preventif. Mereka hadir sebagai penengah yang meruntuhkan sekat-sekat sosial akibat kesenjangan. Inilah yang melahirkan istilah “Bhabinkamtibmas sebagai Recycle Bin”.

Istilah Recycle Bin bukan dimaksudkan sebagai stigma negatif, melainkan sebuah kiasan. Bhabinkamtibmas menjadi tempat menampung berbagai keluhan, aduan, dan permasalahan masyarakat, mulai dari masalah keamanan, sosial, hingga lingkungan. Frasa ini menggambarkan peran mereka sebagai pendengar, penampung, sekaligus pencari solusi atas berbagai persoalan yang sering kali sulit disalurkan ke instansi lain.

Fenomena ini juga menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap Polri masih terjaga. Masyarakat berharap permasalahan dapat diselesaikan melalui mediasi secara kekeluargaan tanpa harus berujung pada konsekuensi hukum.

Sebagian besar Bhabinkamtibmas berasal dari golongan Bintara. Secara akademis, kemampuan mereka tentu beragam dan mungkin tidak setara dengan para akademisi sosiologi. Namun, kedekatan dan kehadiran langsung di tengah masyarakat membuat mereka memahami persoalan sosial secara lebih mendalam. Kemampuan komunikasi dan public speaking mereka terus terasah melalui interaksi sehari-hari dengan warga.

Bhabinkamtibmas juga berperan sebagai basis deteksi dini. Mereka secara proaktif mengidentifikasi potensi gangguan kamtibmas agar dapat dicegah sebelum berkembang menjadi masalah besar. Seiring perkembangan zaman dan kompleksitas persoalan sosial, tantangan tugas Bhabinkamtibmas pun semakin berat.

Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas melalui pembekalan pengetahuan, khususnya di bidang sosiologi masyarakat. Dengan demikian, Bhabinkamtibmas mampu memetakan potensi masalah sosial dan merumuskan langkah strategis bersama Babinsa, aparat desa, dan mitra kamtibmas lainnya. Sebab, persoalan kecil yang diabaikan dapat berkembang menjadi masalah besar, sebagaimana dikemukakan Charles W. Mills bahwa masalah pribadi dapat berubah menjadi masalah publik.

Pada akhirnya, Bhabinkamtibmas diharapkan tetap menjadi ujung tombak Polri yang profesional, adaptif, dan solutif, mampu menembus hingga lapisan terkecil kehidupan sosial masyarakat demi terwujudnya keamanan dan ketertiban yang berkelanjutan.(*)