Kolaka Utara, siaranpublik.com – Operasi pertambangan PT Mulia Makmur Perkasa (PT MMP) di Kabupaten Kolaka Utara akhirnya disorot keras DPRD. Setelah terungkap beragam pelanggaran perizinan dan dampak serius terhadap keselamatan publik serta lingkungan, Komisi III DPRD Kolaka Utara memutuskan penghentian sementara aktivitas perusahaan yang dinilai nekat beroperasi tanpa legalitas lengkap.
Keputusan tegas itu diambil dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kolaka Utara, Senin (22/12/2025). Forum tersebut menjadi ajang pembongkaran persoalan mendasar dalam aktivitas PT MMP, mulai dari penggunaan jalan nasional tanpa izin lintasan, pembangunan jetty di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP), hingga dugaan penyerobotan kawasan hutan mangrove yang berstatus lindung.
RDP dipimpin Ketua Komisi III DPRD Kolaka Utara, Samsir didampingi Ketua DPRD Kolaka Utara Fitra Yudi bersama sejumlah anggota DPRD lainnya. Manajemen PT MMP dihadirkan langsung untuk dimintai pertanggungjawaban atas berbagai temuan tersebut, disertai kehadiran perwakilan masyarakat dan instansi teknis terkait.
Dalam rapat terungkap bahwa jalan hauling yang digunakan PT MMP hingga kini belum mengantongi izin resmi, termasuk saat melintasi jalan nasional. Fakta ini diperparah dengan adanya dua surat teguran keras dari Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tenggara yang selama ini diabaikan.
“Balai jalan sudah dua kali menyurati agar hauling dihentikan. Selama izin lintasan belum ada, aktivitas itu tidak boleh jalan,” tegas Samsir di hadapan peserta RDP.
DPRD juga menilai aktivitas PT MMP telah menimbulkan risiko nyata bagi masyarakat. Debu tebal saat kemarau, jalan licin berlumpur ketika hujan, serta hauling pada malam hari dinilai mencerminkan buruknya pengendalian operasional perusahaan.
“Ini bukan lagi sekadar keluhan warga. Kondisi jalan yang kotor dan hauling malam hari sangat berbahaya, terutama bagi pengendara roda dua,” ujar Samsir.
Selain persoalan jalan dan lingkungan, PT MMP juga disorot karena lemahnya kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan. Perusahaan disebut belum melaporkan Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) secara utuh serta belum memberikan kejelasan terkait kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja.
DPRD secara terbuka memperingatkan agar perusahaan tidak menjadikan persoalan administrasi sebagai alasan mengorbankan tenaga kerja lokal. “Tidak boleh ada PHK sepihak. Rekrutmen harus memprioritaskan masyarakat lokal,” tegas Samsir.
Data yang disampaikan dalam RDP menunjukkan bahwa Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, BPJN Wilayah I Sulawesi Tenggara, telah dua kali mengeluarkan surat teguran pada 19 Mei 2025 dan 2 Juli 2025.
Teguran itu terkait kerusakan badan jalan nasional, pendangkalan daerah aliran sungai akibat sedimen, drainase tersumbat, serta penggunaan Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) dan Ruang Milik Jalan (RUMIJA) tanpa izin resmi. Hingga kini, izin dispensasi penggunaan jalan nasional juga belum diterbitkan.
Atas dasar itu, RDP menyepakati penghentian sementara aktivitas PT MMP, khususnya hauling di jalan nasional, hingga seluruh kewajiban perizinan dipenuhi sesuai ketentuan hukum.
DPRD Kolaka Utara menegaskan keputusan ini bukan bentuk penghambatan investasi, melainkan penegakan aturan agar aktivitas tambang tidak berjalan liar dan merugikan masyarakat.
Sebagai langkah lanjutan, DPRD memastikan akan turun langsung ke lapangan untuk memeriksa aktivitas PT MMP dan memastikan seluruh rekomendasi RDP dijalankan.
Sementara itu, Ketua Simpul Gerakan Pemuda Kolaka Utara, Kurnia Sandi, menilai kasus PT MMP menjadi contoh lemahnya kepatuhan perusahaan terhadap aturan jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat.
“Penegakan hukum harus tegas. Lingkungan dan keselamatan warga tidak boleh dikorbankan atas nama investasi,” ujarnya.(rus)






